Sabtu, 05 Februari 2011

Tifoid (thypus abdominalis, enteric fever)


I.      Definisi
Demam tifoid (thypus abdominalis, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama 1 minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

II.     Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel, anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yanng lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik.
Salmonella Typhosa memiliki 3 macam antigen, yaitu:
a.  antigen O (Ohhne Hauch): merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
b.  antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c.  antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
            
III.   Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (teutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Satelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran da nek nek nek nek nek nek nek nekenuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan. Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.
Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.

IV.     Manifestasi klinis
Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jikainfeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodroma, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat.
Kemudian gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:
a.  demam lebih dari 7 hari. Pada kasus-kasus tertentu, demam berlangsung selama 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak seberapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga, suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b.  Gangguan saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue, lidah tifoid), ujung dan tepinya kemerehan, jarang disertai tremor. Pada abdomen terjadi splenomegali dan hepatomegali dengan disertai nyeri tekan. Biasanya didapatkan kondisi konstipasi, kadang diare, mual, muntah, tapi kembung jarang.
c.  Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
d.  Pada punggung terdapat roseola (bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam).
e.  Epitaksis
f.  Bradikardi

V.      Komplikasi
Dapat terjadi pada:
a.  usus halus
umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu:
1.  Perdarahan usus.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan:
-          penurunan TD dan suhu tubuh
-          denyut nadi bertambah cepat dan kecil
-          kulit pucat
-          penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
2.  Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum.
3.  Peritonitis. Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
-          nyeri perut hebat
-          kembung
-          dinding abdomen tegang (defense musulair)
-          nyeri tekan
-          TD menurun
-          Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang.
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
b.  Komplikasi diluar usus halus
-          Bronkitis. Terjadi pada akhir minggu pertama.
-          bronkopneumonia. Kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder.
-          Kolesistitis.
-          Tifoid ensefalopati. Gejala: kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi.
-          Meningitis. Gejala: bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas, diare, kelainan neurologis.
-          Miokarditis
-          Karier kronik

VI.     Diagnosa medis
Selain melihat gejala klinis yang ada diagnosa juga ditegakkan melalui:
Pemeriksaan laboratorium
1.  pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a.  darah tepi. Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, aneosinifilia, anemia, dan trombositopenia ringan.
b.  sumsum tulang. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofage, sedangkan sistem eritopoesis, granulopoesis, dan trombopoesis berkurang.
2.  pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
a.   kultur empedu. + dalam darah pada minggu I. Dalam tinja pada minggu ke II dan urin pada minggu III.
b.   Reaksi widal +. Titer zat anti terhadap antigen O > 1/160 atau 1/200.

VII.   Diagnosa banding
Sesuai perjalanan penyakit harus dibedakan antara lain:
-          bronkitis
-          influenza
-          bronkopneumonia
pada stadium lanjut:
-          demam paratifoid
-          malaria
-          TBC milier
-          Meningitis
-          Riketsia
-          Bakterial endokarditis
Pada stadium toksik harus dibedakan dengan:
-          leukemia
-          limfoma
-          penyakit hodgkin
-           
VIII. Pengobatan
1.  Perawatan
-          penderita perlu dirawat di RS untuk diisolasi, observasi, dan pengobatan.
-          Harus istirahat 5-7 hari bebas panas.
-          Mobilisasi sewajarnya, sesuai kondisi.
-          Bila kesadran menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi dan komplikasi yang lain.
2.  Diet
-          makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein (TKTP).
-          Bahan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang, dan menimbulkan gas.
-          Susu 2 kali sehari perlu diberikan.
-          Bila anak sadar dan nafsu makan baik, dapat diberikan makanan lunak.
3.  Obat-obatan
-          kloramfenikol: 75 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 dosis, engan dosis maksimum 2 g/hari, diberiksn sampai 3 hari bebas panas, minimal diberikan 7 hari.
-          Clotrimoxazol:(pilihan lain kloramfenikol) 6 mg Trimetoprim, 30 mg Sulfometoksazol/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan sampai 3 hari bebas panas.
-          Ampisilin dan amoksisilin:merupakan derivat penisilin untuk pasien yang resistan terhadap kloramfenikol.
IX.     Pencegahan
a.  penyediaan air minum yang memenuhi syarat
b.  perbaikan sanitasi
c.  imunisasi
d.  menobati karier
e.  pendidikan kesehatan masyarakat

X.      Asuhan keperawatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

blogger by Febtaris Nursuparyanto | Make Money Online